Teuku Kamaruzzaman yang Diburu Oleh Preman, Ditangkap Aparat
![]() |
| T. Kamaruzzaman Dan Muzakir Manaf |
Banda Aceh, citraaceh.com
Nama
lengkapnya adalah Teuku Kamaruzzaman, berumur 53 tahun. Pria yang akrab disapa
sebagai Pon Man ini, memulai dunia pekerjaan sebagai Pegawai Negeri
Sipil Setwilda Kabupaten Aceh Utara. Namun, status PNS hanya dijalani selama tiga,
yaitu dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1995. Pada
waktu yang sama, dia juga menjadi Penasehat Hukum Praktek ( Lawyer ).
Fakultas
Hukum Universitas Syiah Kuala, membawanya sebagai pengacara.Ampon Man tamat sebagai sarjana hukum di Universitas
yang berada di Banda Aceh pada tahun 1989.
Selain
menjadi penasehat hukum, dia juga menjadi pengusaha dan menjalankan beberapa
perusahaan.
Sebagai
pengusaha, Teuku Kamuzzaman dipercaya sebagai Wakil Ketua
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Kabupaten Aceh Utara pada tahun 1996 hingga tahun 1999. Diorganisasi pengusaha yang lain,
dia dipilih sebagai Ketua Bidang Hukum, Gabungan Pengusaha Jasa Konstruksi Indonesia GAPENSI Aceh Utara, pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2000.
Selain aktif
diorganisasi profesi, pria yang lahir 20 September 1950 ini juga aktif di
organisasi kemasyarakatan sehingga dipercaya sebagai ketua organisasi Pemuda
Pancasila ( PP ) Cabang Aceh Utara pada tahun 1996.
Pada akhir
tahun sembilan puluhan,kondisi keamanan di Aceh mulai memanas.Konflik antara
GAM dengan Pemerintah Indonesia memasuki babak baru. Tuntutan
keadilan,hukum, pemerataan ekonomi dan
tuntutan untuk lepas dari Indonesia
semakin menguat. Kala itu,pembunuhan,penculikan dan penghilangan secara paksa
semakin merajalela dan terkesan tak ada yang berusaha untuk menghentikannya.
Aceh bagaikan negeri yang tak bertuan.
Kondisi
tersebut membuat ayah satu anak ini gerah.Berbagai upaya dilakukan untuk
menghentikan aksi bruntal yang semakin menjadi jadi itu. Dia bekerja keras
untuk menghentikan situasi yang tidak menentu ini dengan berbagai cara, mulai
dengan berkirim surat kepada lembaga
resmi negara, berdialog dan bersuara lantang untuk menghentikan kekerasan
negara kepada rakyat.
Sebagai
ketua organisasi Pemuda Pancasila, T.Kamaruzzaman juga berusaha untuk memperoleh bantuan dan dukungan dari Pemuda
Pancasila pusat.Namun harapannya tidak
terjawab.Ampon Man menilai, Pengurus organisasi PP pada tingkat nasional tidak
mampu mengatasi persoalan yang ada. Dia kecewa, sehingga dia membubarkan
organisasi PP di Aceh Utara pada tahun 1999.
Pembubaran
organisasi Pemuda Pancasila cabang Aceh Utara ini, membuat anggota PP Pusat dan
propinsi tetangga meradang. Mareka marah dan ratusan preman simpatisan
organisasi itu datang ke Lhokseumawe untuk memburu Pon Man.” Preman preman itu
ingin membunuh Pon Man,” kata seorang sumber
yang mengatahui peristiwa itu, Sabtu 28/12/13.
Bukannya takut,
bersama beberapa temanya, Pon Man mendeklarasikan sebuah lembaga lain, yaitu
Persatuan Rakyat Aceh ( PRA).Untuk menegasnya sikapnya, organisasi PRA memilih
warna merah,putih dan hitam pada lambang dan nama organisasi PRA.Tiga warna
tersebut indentik dengan warna bendera organisasi GAM.
Sejak saat
itu, dia semakin keras menyampaikan tuntutan dan kritikan kepada pemerintah
pusat.Dia mulai menunjukkan sikap penentangan atas kebijakan Jakarta terhadap Aceh secara terang
terangan.Sikap perlawanan ini diungkapkan
dalam sejumlah seminar dan diskusi. Dia juga bersuara lantang hingga ke
gedung parlemen di Senayan, Jakarta.Dia menjawab lugas dan tegas atas semua
cercaan pertanyaan yang di ajukan oleh anggota DPR/MPR Indonesia . Pon Man juga
berbicara lantang kepada media massa
yang mewancarainya.
Perlawanan
kepada Indonesia juga dia tunjukan dengan aksi, yaitu memasuki kantor kedutaan Kerajaan Belanda, di
Jakarta pada tahun 2000. Teuku Kamaruzzaman bersama 12 orang lainnya meminta agar Negara Belanda mencabut maklumat perang kepada Kerajaan Aceh yang dikeluarkan
pada 18 Maret 1873.Aksi tersebut
merupakan salah satu peristiwa yang membuat konflik Aceh menjadi “persoalan
internasional”.
Sejak
peristiwa itu, Ampon Man mulai terancam
sehingga ia harus hidup dan tinggal dengan cara berpindah pindah tempat.
Ketika
konflik Aceh memasuki fase yang berbeda, Ampon Man dipercaya sebagai Ketua Komite Bersama Aksi Kemanusiaan Unsur Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam Proses Perundingan Jeda Kemanusiaan ( Humanitarian Pause ) pada Juni 2000 hingga Juli 2001.
Selanjutnya,dalam Proses Perundingan Cessetions of
Hostilities Agreement (CoHA), antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan GAM, T.Kamaruzzaman
diangkat sebagai Ketua Bidang Verifikasi Joint Security Council
Unsur Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
pada Desember 2002 sampai Mei 2003. Kedua proses perundingan ini difasilitasi oleh Henry Dunant Centre
Geneva.
Namun proses
perundingan CoHA tidak berjalan sesuai harapan dan berhenti di tengah jalan. Para
pihak menarik diri dalam proses perundingan sehingga pertikaian antara GAM
dengan Pemerintah Aceh kembali
berkecamuk.
Akibatnya,
Teuku Kamaruzzaman dan sejumlah anggota tim perundingan dari perwakilan GAM
ditangkap oleh aparat keamanan
Indonesia. Kamaruzzaman dijebloskan kedalam sel tahanan.Dari hukuman selama 13
tahun,dia merasakan lebih dari dua tahun dinginnya penjara Suka Miskin, Bandung
, Jawa Barat.
Dia dan
anggota GAM lain dibebaskan dari penjara
setelah organisasi GAM dan Pemerintah Indonesia bersepakat untuk berdamai pada
tanggal 28 agustus 2005, di Filandia. Perjanjian damai itu disebutkan dengan nama MoU Helsinky.
Pada masa
damai ini, Pon Man tetap berkibrah untuk membangun Aceh secara bersama
sama. Dia berkiprah di Lembaga Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
NAD- Nias sejak tahun 2005 hingga tahn 2009. Dalam kurun waktu tersebut, Pon
Man dipercaya pada tiga jabatan yang berbeda, yaitu Deputi
Bidang Monitoring, Evaluasi dan Penyelesaian Perselisihan, Sekretaris
Badan Pelaksana BRR NAD Nias dan Staf Ahli
Bidang Strategi Pembangunan Aceh Masa Depan.
Setelah BBR
NAD-NIAS dibubarkan, Ampon menjadi Vice
- Chairman The Consortium of New Aceh – Konsorsium Aceh Baru, Members of Board,
International Centre on Aceh and Indian Ocean Studies ( ICAIOS ) . Di
mengabdikan dirinya di lembaga sejak 2009 sampai sekarang.
Sebagai
sarjana hukum, sejak tahun hingga sampai
saat ini aktif sebagai Managing Partners di Kantor Hukum Teuku
Kamaruzzaman & Partners Legal Counsellors, Corporate Law Firm , yang
beralamat di Jalan SMA Fajar Harapan Nomor 3, Ateuk Jawo, Kecamatan Baiturahman, Banda Aceh.
Puaskah dia
dengan kondisi Aceh saat ini ? “ Tidak,saya tidak puas karena belum semua akar persoalan yang terjadi Aceh
diselesaikan. Persoalan hukum belum
tuntas karena masih banyak orang yang belum memperoleh keadilan. Masalah ekonomi dan
pendidikan,Aceh masih terjajah.Begitu juga dengan beberpa poin MoU Helsinky belum dituntaskan. Ini menjadi pekerjaan
saya, pekerjaan Anda dan pekerjaan kita
semua untuk menyelesaikan persoalan persoalan ini”, kata Pon Man.
Dengan
posisi hubungan Aceh dengan Indonesia saat ini, maka masuk ke parlemen adalah
salah satu strategi untuk menyelesaikan persoalan Aceh.” Karena posisi yang
strategis ini, maka kita harapkan agar rakyat memilih anggota DPD atau senator
yang betul betul mengatahui akar persoalan konflik, memilki visi dan misi yang
jelas untuk menjawab kebutuhan daerah Aceh dan keinginan rakyat Aceh,” kata
Teuku Kamaruzzaman. (tim)
